Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Al-Qur'an telah mengabarkan tentang kaum yang tersesat dan sebab mereka memilih kesesatan yang karenanya Allah menutup pintu hidayah dari mereka. Allah berfirman,
مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اسْتَحَبُّوا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا عَلَى الْآَخِرَةِ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ أُولَئِكَ الَّذِينَ طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ لَا جَرَمَ أَنَّهُمْ فِي الْآَخِرَةِ هُمُ الْخَاسِرُونَ
"Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir. Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang lalai. Pastilah bahwa mereka di akhirat nanti adalah orang-orang yang merugi." (QS. Al-Nahl: 106-109)
Mereka, dalam ayat di atas, yang dihukumi benar-benar murtad dari Islam karena berharap lebih kepada kemewahan dunia dan tidak rindu kepada akhirat. Maka saat mereka lebih memilih kekufuran atas iman, Allah mengharamkan hidayah dari mereka. Sehingga Allah tidak menunjuki mereka dan menyematkan kekufuran atas mereka. Allah menutup mati hati, pendengaran dan penglihatan mereka sehingga tak memasukkan kebaikan sedikitpun kedalamnya. Akibatnya, Allah mengharamkan rahmat-Nya yang sangat luas, jika datang petunjuk kepada mereka, segeralah ditolaknya. Karena itu, diakhirat, mereka benar-benar merugi; dijauhkan dari surga dan dimasukkan ke dalam neraka.
Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya berkata: "Allah Ta'ala mengabarkan tentang orang yang kafir kepadanya setelah beriman dan mengetahui kebenaran serta melapangkan dadanya kepada kekafiran dan merasa tentram kepadanya: Allah murka terhadap mereka karena telah mengetahui iman lalu menyimpang darinya. Kemudian (Allah mengabarkan) bahwa bagi mereka adzab yang pedih di akhirat, dikarenakan mereka lebih mencintai dunia daripada akhirat. Mereka lebih memilih murtad karena dunia sehingga Allah tidak memberi petunjuk pada hati mereka dan tidak meneguhkan mereka di atas agama yang benar. Allah mengunci mati hati mereka sehingga mereka tidak bisa memahami apapun yang bermanfaat bagi mereka. Begitu juga Allah mengunci pendengaran dan penglihatan mereka sehingga tidak bisa mengambil manfaat darinya. Dan semua itu tak berguna sedikitpun bagi mereka. Mereka lalai dari tujuan diciptakannya mereka."
Al-Qur'an juga menceritakan seorang alim dari Bani Israil, bernama Bal'am (menurut Abdullah bin Mas'ud) yang meninggalkan kebenaran karena kecintaannya kepada dunia. Allah telah memberikan kepadanya ayat-ayat-Nya, lalu ditinggalkannya. Allah Ta'ala berfirman:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آَتَيْنَاهُ آَيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
"Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir." (QS. Al-A'raf: 175-176)
Sebab kesesatan Bal'am adalah karena dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah. Maksudnya, ia lebih cenderung kepada perhiasan dan gemerlapnya kehidupan dunia, tenggelam dalam kelezatan dan kenikmatannya, sehingga ia tertipu olehnya sebagaimana tertipunya orang-orang yang bodoh. Sehingga Al-Qur'an menyerupakannya dengan anjing dalam kesesatannya. Dia tetap berada di atas kesesatannya dan tidak mau mengambil petunjuk, baik dia diseru kepada iman atau tidak, sehingga Bal'am menjadi seperti anjing yang tetap menjulurkan lidahnya, baik dia dihalau atau dibiarkan. Demikianlah keadaan Bal'am, ada atau tidaknya nasehat dan dakwah kepada iman, sama saja baginya.
Karena itu, Al-Qur'an sering mengingatkan agar berhati-hati dan waspada terhadap dunia. Karena telah banyak yang tertipu olehnya. Allah Ta'ala berfirman,
فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ
"Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (setan) memperdayakan kamu dalam (menaati) Allah. (QS. Luqman: 33)
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ
"Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syetan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah." (QS. Faathir: 5)
Bahwa kebangkitan dan hisab serta pembalasan amal benar-benar ada dan akan terjadi. Jika demikian, hendaknya mereka menyiapkan bekal untuk ke sana dengan memanfaatkan waktu dan kesempatan yang dimilikinya untuk beramal shalih. Jangan sampai kenikmatan dunia, kesenangan dan semangat mencarinya memalingkan dari tujuan utama diciptakannya, yakni untuk menghambakan diri kepada Allah dengan melaksanakan ibadah kepada-Nya semata.
Menghamba Kepada Dunia Dengan Ibadah
Bagi orang yang menghambakan diri kepada dunia, maka tidak ada dalam benaknya kecuali untuk mendapatkannya. Sehingga apapun yang dilakukannya dan dikerjakannya tidak lain hanya untuk mendapatkan dunia, bahkan sampai dalam urusan ibadah yang menjadi kewajibannya. Akhirat tidak terbersit di benaknya dalam menjalankan tugas-tugas agama tersebut.
Diterangkan dalam Fathul Majid Syarh Kitab al-Tauhid, karya Syaikh Abdurrahman bin Hasan Aalu Syaikh, dalam bab, "Termasuk Syirik seseorang menginginkan dunia dengan amalnya" tentang macam-macam orang yang orientasi hidupnya hanya dunia sebagaimana yang disebutkan dalam QS. Huud: 15-16: di antaranya, amal shalih yang biasa dikerjakan oleh orang banyak demi mencari wajah Allah; berupa shadaqah, shalat, silaturahim, berbuat baik kepada manusia, tidak berbuat zalim, dan perbuatan-perbuatan lainnya yang dilakukan manusia atau yang mereka tinggalkan secara ikhlas karena Allah, namun ia tidak menginginkan pahalanya di akhirat, tetapi yang dia inginkan hanya agar Allah menjaga harta dan mengembangkannya, atau menjaga keluarga dan anak-anaknya, atau melanggengkan nikmat yang ada padanya; dia tidak berkeinginan masuk surga atau dijauhkan dari nereka, orang seperti ini diberi balasan amal perbuatannya di dunia dan di akhriat dia tidak memiliki jatah bagian apapun. Jenis manusia inilah yang dikatakan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma.
Imam Qatadah rahimahullah berkata: "Barangsiapa niat dan tendensi serta ambisinya adalah dunia, maka Allah akan membalas kebaikan-kebaikannya di dunia, lalu yang bersangkutan kembali ke akhirat dengan tidak memiliki kebaikan yang patut untuk dibalas. Adapun orang mukmin, kebaikannya dibalas di dunia dan akhirat." (Disebutkan Ibnu Jarir dengan sanadnya. Dinukil dari Fathul Majid, hal. 452)
Penghambaan yang Sebenarnya Adalah Penghambaan Hati
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyebutkan orang semacam di atas sebagai hamba harta. Di dalam Shahih al-Bukhari, dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ وَعَبْدُ الدِّرْهَمِ وَعَبْدُ الْخَمِيصَةِ إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ تَعِسَ وَانْتَكَسَ وَإِذَا شِيكَ فَلَا انْتَقَشَ
"Celakalah hamba dinar, hamba dirham, hamba khamishah (pakaian indah dari sutera); jika diberi ridha dan jika tidak diberi marah. Celaka dan tersungkurlah ia, ketika tertusuk duri semoga dia tidak bisa mencabutnya."
Syaikhul Islam rahimahullah berkata: "Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menamakannya sebagai hamba dinar, dirham, khamilah dan khamishah. Beliau mendoakannya dalam bentuk khabar (berita), yakni sabda beliau:
تَعِسَ وَانْتَكَسَ وَإِذَا شِيكَ فَلَا انْتَقَشَ
"Celaka dan tersungkurlah ia, ketika tertusuk duri semoga dia tidak bisa mencabutnya." Sebagaimana firman Allah Ta'ala:
وَمِنْهُمْ مَنْ يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا وَإِنْ لَمْ يُعْطَوْا مِنْهَا إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ
"Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (pembagian) zakat; jika mereka diberi sebahagian daripadanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian daripadanya, dengan serta merta mereka menjadi marah." (QS. Al-Taubah: 58)
Jadi, ridha mereka karena selain Allah dan marah mereka juga karena selain Allah. Demikianlah keadaan orang yang bergantung kepada dunia, dengan kedudukan, tampilan atau hawa nafsu lainnya yang serupa; jika ia mendapatkannya maka ia ridha, jika gagal maka ia marah. Orang semacam ini adalah hamba (penyembah) dan budak dari apa yang diinginkannya. Karena penghambaan dan penyembahan pada dasarnya adalah perbudakan dan penghambaan hati. Mana kali hati sudah membudak dan menyembah kepadanya, maka saat itu ia menjadi hambanya."
Orang semacam ini, mungkin masih beribadah dan meminta kepada Allah. Namun jika Allah memberikan dan mengabulkan permintaannya dia ridha, jika tidak maka ia marah atau bahkan berhenti dari ibadah dan berdoa. Allah menyebutkan orang semacam ini sebagai orang yang beribadah kepada Allah di atas keraguan.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ
"Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi (di atas keragu-raguan); maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata." (QS. Al-Hajj: 11)
Padahal seharusnya, orang beriman itu menyembah Allah dengan penuh keyakinan dan benar. Keridhaan dan murkanya mengikuti keridhaan dan kemurkaan Allah. Dia ridha dengan apa yang Allah ridha kepadanya, marah kepada apa yang Allah marah kepadanya, mencintai apa dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, membenci apa yang dibendi oleh keduanya, berwala' dan membela wali-wali Allah serta membenci dan memerangi musuh-musuh-Nya.
Orang beriman ridha dengan ketetapan dan takdir Allah baik yang dirasa menyenangkan olehnya atau yang dirasa berat, dan terus beribadah kepada Allah dalam kondisi lapang atau sempit, karena Allah ridha kepada hamba-Nya yang istiqamah dalam beribadah kepada Allah dan bersabar dalam menyembah-Nya. . .
Orang beriman ridha dengan ketetapan dan takdir Allah baik yang dirasa menyenangkan olehnya atau yang dirasa berat, dan terus beribadah kepada Allah dalam kondisi lapang atau sempit, karena Allah ridha kepada hamba-Nya yang istiqamah dalam beribadah kepada Allah dan bersabar dalam menyembah-Nya. "Sesungguhnya Allah bersama-sama orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 153 dan terdapat juga pada surat yang lain) Wallahu Ta'ala a'lam. [PurWD/voa-islam.com]
Al-Qur'an telah mengabarkan tentang kaum yang tersesat dan sebab mereka memilih kesesatan yang karenanya Allah menutup pintu hidayah dari mereka. Allah berfirman,
مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اسْتَحَبُّوا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا عَلَى الْآَخِرَةِ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ أُولَئِكَ الَّذِينَ طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ لَا جَرَمَ أَنَّهُمْ فِي الْآَخِرَةِ هُمُ الْخَاسِرُونَ
"Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir. Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang lalai. Pastilah bahwa mereka di akhirat nanti adalah orang-orang yang merugi." (QS. Al-Nahl: 106-109)
Mereka, dalam ayat di atas, yang dihukumi benar-benar murtad dari Islam karena berharap lebih kepada kemewahan dunia dan tidak rindu kepada akhirat. Maka saat mereka lebih memilih kekufuran atas iman, Allah mengharamkan hidayah dari mereka. Sehingga Allah tidak menunjuki mereka dan menyematkan kekufuran atas mereka. Allah menutup mati hati, pendengaran dan penglihatan mereka sehingga tak memasukkan kebaikan sedikitpun kedalamnya. Akibatnya, Allah mengharamkan rahmat-Nya yang sangat luas, jika datang petunjuk kepada mereka, segeralah ditolaknya. Karena itu, diakhirat, mereka benar-benar merugi; dijauhkan dari surga dan dimasukkan ke dalam neraka.
Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya berkata: "Allah Ta'ala mengabarkan tentang orang yang kafir kepadanya setelah beriman dan mengetahui kebenaran serta melapangkan dadanya kepada kekafiran dan merasa tentram kepadanya: Allah murka terhadap mereka karena telah mengetahui iman lalu menyimpang darinya. Kemudian (Allah mengabarkan) bahwa bagi mereka adzab yang pedih di akhirat, dikarenakan mereka lebih mencintai dunia daripada akhirat. Mereka lebih memilih murtad karena dunia sehingga Allah tidak memberi petunjuk pada hati mereka dan tidak meneguhkan mereka di atas agama yang benar. Allah mengunci mati hati mereka sehingga mereka tidak bisa memahami apapun yang bermanfaat bagi mereka. Begitu juga Allah mengunci pendengaran dan penglihatan mereka sehingga tidak bisa mengambil manfaat darinya. Dan semua itu tak berguna sedikitpun bagi mereka. Mereka lalai dari tujuan diciptakannya mereka."
Al-Qur'an juga menceritakan seorang alim dari Bani Israil, bernama Bal'am (menurut Abdullah bin Mas'ud) yang meninggalkan kebenaran karena kecintaannya kepada dunia. Allah telah memberikan kepadanya ayat-ayat-Nya, lalu ditinggalkannya. Allah Ta'ala berfirman:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آَتَيْنَاهُ آَيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
"Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir." (QS. Al-A'raf: 175-176)
Sebab kesesatan Bal'am adalah karena dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah. Maksudnya, ia lebih cenderung kepada perhiasan dan gemerlapnya kehidupan dunia, tenggelam dalam kelezatan dan kenikmatannya, sehingga ia tertipu olehnya sebagaimana tertipunya orang-orang yang bodoh. Sehingga Al-Qur'an menyerupakannya dengan anjing dalam kesesatannya. Dia tetap berada di atas kesesatannya dan tidak mau mengambil petunjuk, baik dia diseru kepada iman atau tidak, sehingga Bal'am menjadi seperti anjing yang tetap menjulurkan lidahnya, baik dia dihalau atau dibiarkan. Demikianlah keadaan Bal'am, ada atau tidaknya nasehat dan dakwah kepada iman, sama saja baginya.
Karena itu, Al-Qur'an sering mengingatkan agar berhati-hati dan waspada terhadap dunia. Karena telah banyak yang tertipu olehnya. Allah Ta'ala berfirman,
فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ
"Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (setan) memperdayakan kamu dalam (menaati) Allah. (QS. Luqman: 33)
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ
"Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syetan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah." (QS. Faathir: 5)
Bahwa kebangkitan dan hisab serta pembalasan amal benar-benar ada dan akan terjadi. Jika demikian, hendaknya mereka menyiapkan bekal untuk ke sana dengan memanfaatkan waktu dan kesempatan yang dimilikinya untuk beramal shalih. Jangan sampai kenikmatan dunia, kesenangan dan semangat mencarinya memalingkan dari tujuan utama diciptakannya, yakni untuk menghambakan diri kepada Allah dengan melaksanakan ibadah kepada-Nya semata.
Menghamba Kepada Dunia Dengan Ibadah
Bagi orang yang menghambakan diri kepada dunia, maka tidak ada dalam benaknya kecuali untuk mendapatkannya. Sehingga apapun yang dilakukannya dan dikerjakannya tidak lain hanya untuk mendapatkan dunia, bahkan sampai dalam urusan ibadah yang menjadi kewajibannya. Akhirat tidak terbersit di benaknya dalam menjalankan tugas-tugas agama tersebut.
Diterangkan dalam Fathul Majid Syarh Kitab al-Tauhid, karya Syaikh Abdurrahman bin Hasan Aalu Syaikh, dalam bab, "Termasuk Syirik seseorang menginginkan dunia dengan amalnya" tentang macam-macam orang yang orientasi hidupnya hanya dunia sebagaimana yang disebutkan dalam QS. Huud: 15-16: di antaranya, amal shalih yang biasa dikerjakan oleh orang banyak demi mencari wajah Allah; berupa shadaqah, shalat, silaturahim, berbuat baik kepada manusia, tidak berbuat zalim, dan perbuatan-perbuatan lainnya yang dilakukan manusia atau yang mereka tinggalkan secara ikhlas karena Allah, namun ia tidak menginginkan pahalanya di akhirat, tetapi yang dia inginkan hanya agar Allah menjaga harta dan mengembangkannya, atau menjaga keluarga dan anak-anaknya, atau melanggengkan nikmat yang ada padanya; dia tidak berkeinginan masuk surga atau dijauhkan dari nereka, orang seperti ini diberi balasan amal perbuatannya di dunia dan di akhriat dia tidak memiliki jatah bagian apapun. Jenis manusia inilah yang dikatakan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma.
Imam Qatadah rahimahullah berkata: "Barangsiapa niat dan tendensi serta ambisinya adalah dunia, maka Allah akan membalas kebaikan-kebaikannya di dunia, lalu yang bersangkutan kembali ke akhirat dengan tidak memiliki kebaikan yang patut untuk dibalas. Adapun orang mukmin, kebaikannya dibalas di dunia dan akhirat." (Disebutkan Ibnu Jarir dengan sanadnya. Dinukil dari Fathul Majid, hal. 452)
Penghambaan yang Sebenarnya Adalah Penghambaan Hati
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyebutkan orang semacam di atas sebagai hamba harta. Di dalam Shahih al-Bukhari, dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ وَعَبْدُ الدِّرْهَمِ وَعَبْدُ الْخَمِيصَةِ إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ تَعِسَ وَانْتَكَسَ وَإِذَا شِيكَ فَلَا انْتَقَشَ
"Celakalah hamba dinar, hamba dirham, hamba khamishah (pakaian indah dari sutera); jika diberi ridha dan jika tidak diberi marah. Celaka dan tersungkurlah ia, ketika tertusuk duri semoga dia tidak bisa mencabutnya."
Syaikhul Islam rahimahullah berkata: "Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menamakannya sebagai hamba dinar, dirham, khamilah dan khamishah. Beliau mendoakannya dalam bentuk khabar (berita), yakni sabda beliau:
تَعِسَ وَانْتَكَسَ وَإِذَا شِيكَ فَلَا انْتَقَشَ
"Celaka dan tersungkurlah ia, ketika tertusuk duri semoga dia tidak bisa mencabutnya." Sebagaimana firman Allah Ta'ala:
وَمِنْهُمْ مَنْ يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا وَإِنْ لَمْ يُعْطَوْا مِنْهَا إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ
"Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (pembagian) zakat; jika mereka diberi sebahagian daripadanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian daripadanya, dengan serta merta mereka menjadi marah." (QS. Al-Taubah: 58)
Jadi, ridha mereka karena selain Allah dan marah mereka juga karena selain Allah. Demikianlah keadaan orang yang bergantung kepada dunia, dengan kedudukan, tampilan atau hawa nafsu lainnya yang serupa; jika ia mendapatkannya maka ia ridha, jika gagal maka ia marah. Orang semacam ini adalah hamba (penyembah) dan budak dari apa yang diinginkannya. Karena penghambaan dan penyembahan pada dasarnya adalah perbudakan dan penghambaan hati. Mana kali hati sudah membudak dan menyembah kepadanya, maka saat itu ia menjadi hambanya."
Orang semacam ini, mungkin masih beribadah dan meminta kepada Allah. Namun jika Allah memberikan dan mengabulkan permintaannya dia ridha, jika tidak maka ia marah atau bahkan berhenti dari ibadah dan berdoa. Allah menyebutkan orang semacam ini sebagai orang yang beribadah kepada Allah di atas keraguan.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ
"Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi (di atas keragu-raguan); maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata." (QS. Al-Hajj: 11)
Padahal seharusnya, orang beriman itu menyembah Allah dengan penuh keyakinan dan benar. Keridhaan dan murkanya mengikuti keridhaan dan kemurkaan Allah. Dia ridha dengan apa yang Allah ridha kepadanya, marah kepada apa yang Allah marah kepadanya, mencintai apa dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, membenci apa yang dibendi oleh keduanya, berwala' dan membela wali-wali Allah serta membenci dan memerangi musuh-musuh-Nya.
Orang beriman ridha dengan ketetapan dan takdir Allah baik yang dirasa menyenangkan olehnya atau yang dirasa berat, dan terus beribadah kepada Allah dalam kondisi lapang atau sempit, karena Allah ridha kepada hamba-Nya yang istiqamah dalam beribadah kepada Allah dan bersabar dalam menyembah-Nya. . .
Orang beriman ridha dengan ketetapan dan takdir Allah baik yang dirasa menyenangkan olehnya atau yang dirasa berat, dan terus beribadah kepada Allah dalam kondisi lapang atau sempit, karena Allah ridha kepada hamba-Nya yang istiqamah dalam beribadah kepada Allah dan bersabar dalam menyembah-Nya. "Sesungguhnya Allah bersama-sama orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 153 dan terdapat juga pada surat yang lain) Wallahu Ta'ala a'lam. [PurWD/voa-islam.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungannya