Jumat, 10 Oktober 2014
IMAN DAN AMAL SHOLIH BELUM TENTU MENJAMIN KITA AKAN MASUK SYURGA
لَنْ يُنَجِّيَ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ قَالُوا وَلَا أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ وَلَا أَنَا إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِي اللَّهُ بِرَحْمَةٍ سَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَاغْدُوا وَرُوحُوا وَشَيْءٌ مِنْ الدُّلْجَةِ وَالْقَصْدَ الْقَصْدَ تَبْلُغُوا
“Amal tidak akan bisa menyelamatkan seseorang di antara kalian.” Mereka bertanya: “Tidak pula anda wahai Rasulullah saw?” Beliau menjawab: “Ya, saya pun tidak, kecuali Allah menganugerahkan rahmat kepadaku. Tepatlah kalian, mendekatlah, beribadahlah di waktu pagi, sore, dan sedikit dari malam, beramallah yang pertengahan, yang pertengahan, kalian pasti akan sampai.” (Hr Bukhari).
لاَ يُدْخِلُ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ وَلاَ يُجِيرُهُ مِنَ النَّارِ وَلاَ أَنَا إِلاَّ بِرَحْمَةٍ مِنَ اللهِ
Amal tidak akan memasukkan seseorang di antara kalian ke surga dan tidak pula menyelamatkannya dari neraka. Demikian juga saya, kecuali dengan rahmat Allah swt.
Muncul diskusi di kalangan para ulama terkait hadits di atas; benarkah masuk surga itu bukan karena amal? Jika demikian apa gunanya amal kita? Bagaimana pula kaitannya dengan firman-firman Allah swt berikut : “Masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu amalkan”. (QS. An-Nahl [16] : 32). Dan diserukan kepada mereka: “Itulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan.” (QS. Al-A’raf [7] : 43. Ayat semisal terdapat juga dalam QS. Az-Zukhruf [43] : 72).
Satu hal saja yang harus dicatat, semua ulama hadits tidak ada yang menyatakan bahwa hadits di atas bertentangan dengan ayat-ayat tersebut. Semuanya menempuh metode jam’ (menyatukan, mengompromikan) karena memang hadits di atas jelas keshahihannya. Sebuah pertanda juga bahwa hadits yang shahih haram ditolak meskipun tampaknya bertentangan dengan al-Qur`an. Sedapat mungkin carikan komprominya, karena tidak mungkin Nabi saw menentang al-Qur`an. Dan itulah yang ditempuh oleh para ulama hadits sebagaimana akan diuraikan berikut ini.
Imam Ibn Bathal, sebagaimana dikutip Ibn Hajar dalam Fath al-Bari, menjelaskan bahwa surga itu ada beberapa tingkatan. Ayat-ayat yang menjelaskan masuk surga karena amal, itu maksudnya adalah menempati tingkatan-tingkatannya itu. Sementara masuk surganya sendiri, itu mutlak hanya berdasarkan rahmat Allah swt. Jadi, dengan rahmat Allah swt, seseorang ditentukan masuk surga dan tidaknya. Sesudah ada keputusan masuk surga, maka ketentuan masuk surga tingkatan yang mananya itu ditentukan berdasarkan amal.
Selanjutnya, Ibn Bathal menjelaskan, bisa juga maksud dari ayat-ayat dan hadits di atas adalah saling menguatkan. Artinya, masuk surga itu tergantung rahmat Allah swt juga amal-amal kita. Demikian juga, penentuan tingkatan yang mananya di dalam surga itu tergantung rahmat Allah swt dan amal-amal kita.
Imam al-Karmani, Jamaluddin ibn as-Syaikh, dan Ibn al-Qayyim menjelaskan bahwa huruf ‘ba’ pada ayat-ayat di atas bukan bermakna sebab (sababiyyah), melainkan bersamaan (ilshaq, mushahabah). Jadi bukan berarti masuk surga itu dengan sebab amal, melainkan masuk surga itu bersamaan adanya amal, karena sebab yang paling utamanya adalah rahmat Allah swt. Ini berarti bisa membantah pendapat Jabariyyah yang menyatakan bahwa masuk surga itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan amal, melainkan mutlak hanya rahmat Allah swt saja. Juga membantah pendapat Qadariyyah yang menyatakan bahwa masuk surga itu murni karena amal saja, tidak ada kaitannya dengan rahmat Allah swt.
Imam Ibn Hajar memberikan penjelasan yang sedikit berbeda. Amal seseorang walau bagaimanapun tidak mungkin menyebabkannya masuk surga jika pada kenyataannya amal itu tidak diterima oleh Allah swt. Nah, persoalan amal itu diterima atau tidaknya, ini jelas wewenang Allah swt, dan ini mutlak berdasarkan rahmat Allah swt (semua pendapat ulama di atas dikutip dari Fath al-Bari kitab ar-riqaq bab al-qashd wal-mudawamah ‘alal-’amal).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungannya