PENDEKATAN BAYANI
Q.S LUQMAN AYAT 12 -14
A. Q.S Luqman Ayat 12 :
وَلَقَدْ
آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلهِ وَمَنْ يَشْكُرْ
فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ
حَمِيدٌ
Artinya :
“
Dan sesungguhnya kami telah memberikan Hikmah kepada Luqman ,
karenanya bersykurlah engkau (Luqman) kepada Allah, dan barang siapa
yang bersyukur maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri
(manfaatnya untuk dirinya sendiri) dan barang siapa yang engkar maka
sesungguhnya Allah maha kaya lagi maha terpuji ”.
وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ :
Ayat ini dimulai dengan memakai lam ibtida’ dan huruf Qod (li at-tahqiq) yang bertujuan untuk menguatkan pernyataan ayat. Kata آتَيْنَا pada Ayat ini menggunakan jenis fiil maklum
, yakni dengan menyandarkan perbuatan langsung kepada Alloh SWT,
karena dalam al-Qur’an alloh selalu mengungkapkan pernyataan (fiil)
dengan bentuk maklum jika berkenaan atau menjelaskan tentang hal-hal
yang baik atau positif. Hal ini bisa kita lihat dalam ungkapan-ungkapan
al-Qur’an, seperti pada ayat :
1. Al-Isro’ ayat 83 :
وَإِذَا أَنْعَمْنَا عَلَى الإِنسَانِ أَعْرَضَ وَنَأَى بِجَانِبِهِ وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ كَانَ يَؤُوساً
” Dan
apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah
dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa
kesusahan niscaya dia berputus asa “.
Ayat ini memakai fiil maklum (أَنْعَمْنَا)
karena berhubungan dengan nikmat yang merupakan hal yang baik atau
positif. Begitu juga dengan ayat-ayat lainnya, selalu memakai fiil
maklum jika berhubungan dengan hal-hal yang baik.
Berbeda dengan hal –hal yang negatif, selalu dengan memakai fiil majhul
(tidak disandarkan kepada Allah) karena Alloh adalah tempat pemakaian
atau penyandaran hal-hal yang baik. Misalnya : pada kata اوتوا الكتاب , memakai fiil majhul karena اوتوا الكتاب berkenaan
dengan hal yang negatif karena mereka telah merubah dan manjual
ayat-ayat Alloh. Akan tetapi ketika menjelaskan kitab yang diberikan
kepada orang yang baik seperti para nabi , maka Allah memakai fiil
maklum yaitu dengan kata آتَيْنَا . Hanya ada sedikit saja yang menyalahi kaedah ini, seperti pada potongan ayat اوتوا العلم درجات , ayat ini memakai fiil majhul untuk hal yang positif.
الْحِكْمَةَ :
Adapun makna al-hikmah menurut as-Samaroi adalah Menempatkan perkataan/perbuatan pada tempatnya atau Menyesuaikan ilmu dan amal.
Jadi dari ayat ini kita bisa tahu bahwa Luqman adalah seorang yang
perkataan dan perbuatannya selaras. Begitu juga ilmu dan amalnya.
أَنِ اشْكُرْ لِلهِ :
Karena
Allah telah menganugrahi Luqman hukmah yang merupakan suatu nikmat maka
Allah menyuruhnya untuk bersukur kepada Allah. Karena seharusnya setiap
nikmat disukuri supaya nikmat itu bertambah karena kalau seseorang
tidak bersyukur (engkar) maka adzab-lah yang akan menimpa , hal ini
sejalan dengan penjelasan Allah dalam ayat lain.
Ayat ini memakai أن التفسيرية tidak memakai kata yang lain seperti فاشكر لله kerena jika memakai kata أن maka yang dikhitob adalah Luqman , akantetapi jika seandainya memakai kata فاشكر
maka yang dikhitob adalah Nabi SAW, dan hal ini tidaklah sejalan karena
luqman-lah yang diberi nikmat maka Luqman jugalah yang harus bersyukur.
وَمَنْ يَشْكُرْ :
Ayat ini memakai fiil مضارع , karena jika sesudah أداة الشرط memakai fiil مضارع maka hal itu menunjukkan bahwa perbuatan tersebut dilakukan berulang-ulang (يتكرر فعله hal ini sesuai karna nikmat alloh tidak terhingga sesuai dengan ungkapan ayat وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لا تُحْصُوهَا , oleh karna itu kita disuruh untuk memperbanyak syukur (التجدد والاستمرار).
Berbeda halnya apabila sesudah أداة الشرط terdapat fiil ماضى maka hal tersebut menunjukkan hanya sekali saja atau jarang sekali. Misalnya : وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِناً خَطَأ
(memakai fiil madhi karena membunuh karena khoto’/tersalah dilakukan
secara tidak sengaja yang berarti tidaklah sering ). Dan selanjutnya
alloh mengungkapkan : وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِناً مُتَعَمِّدا
(memakai fiil mudhori’ karena seorang yang ingin membunuh orang mukmin
dengan sengaja maka ia akan melakukannya apabila ada kesempatan kepada
siapa saja dan dimana saja ). Hal ini berarti menunjukkan kemungkinan
sering dilakukan.
فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ :
memakai kata إنما yang menunjukkan batasan (تفيد الحصر)
,karena syukur itu hanya akan memberikan manfaat kepada si pelakunya .
Syukur seseorang tidaklah membawa untung kepada alloh dan maksiyatnya
seseorang tidak akan merugikan alloh:
(
يا عبادي ، لو أن أولكم وآخركم وإنسكم وجنكم كانوا على أتقى قلب رجل واحد
منكم ما زاد ذلك في ملكي شيئا ، يا عبادي لو أن أولكم وآخركم وإنسكم وجنكم
كانوا على أفجر قلب رجل واحد ما نقص ذلك من ملكي شيئا ، يا عبادي لو أن
أولكم وآخركم وإنسكم وجنكم قاموا في صعيد واحد فسألوني فأعطيت كل إنسان
مسألته ما نقص ذلك مما عندي إلا كما ينقص المخيط إذا أُدخل البحر )
وَمَنْ كَفَرَ :
Memakai
fiil madhi padahal fi’il sebelumnya memakai fi’il mudhori’. Hal ini
karna kekafiran hanya dengan sekali saja sudah berimplikasi menanggalkan
iman tanpa harus berulang-ulang, berbeda dengan syukur harus
diulang-ulang karena nikmat alloh tidak ada habisnya dan tiada
terhingga. Inilah alasan kenapa syukur digunakan dengan fi’il mudhori’ ,
sedangkan kafir digunakan dengan fi’il madhi.
فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ :
Alloh
menjelaskan bahwa ia maha kaya dan maha terpuji. Hal ini berkaitan
dengan kalimat sebelumnya yang berarti bahwa ia maha kaya (tidak
membutuhkan/tidak memberi manfaat) dari syukur dan kekafiran. Syukur dan
kekafiran tidak memberi manfaat atau mudhorat kepadanya.
Pada ayat lain alloh mengungkapkan : للهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيد , karena kata إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيد bermakna
: hanya alloh-lah yang paling kaya, tidak ada yang menandingi, hal ini
karna konteks pada ayat ini alloh ingin menjelaskan bahwa hanya dialah
yang maha kaya di langit dan bumi.
Berbeda dengan ayat yang pertama (فَإِنَّ الله غَنِيٌّ حَمِيد)
, karena konteks pada ayat ini adalah alloh ingin menjelaskan bahwa ia
maha kaya (tidak memberi manfaat/mudhorat) dari syukur maunpun
kekafiran.
B. Q.S Luqman Ayat 13 :
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لاِبْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيم
Artinya :
“
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, dan Luqman
benar-benar menasehati anaknya. (Luqman berkata) : Wahai anakku ,
janganlah engkau mensekutukan Allah, sesungguhnya menyekutukan Allah
(syirik) itu adalah ke-dzoliman yang besar “.
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لاِبْنِهِ :
pada
ayat ini alloh menjelaskan tentang isi dari nasehat Luqman kepada
anaknya. Alloh terlebih dahulu menjelaskan bahwa Luqman telah diberikan
hikmah, yang bertujuan bahwa apa yang dinasehati Luqman kepada anaknya
sudah ia perbuat (tidak ngomong saja) , tapi ia juga mengawasi
kehidupan anaknya.
Dari
ayat ini bisa kita ambil pelajaran bahwa ketika kita mau menasehati
seseorang, semestinya kita terlebih dahulu melaksanakannya baru
menasehati orang lain supaya apa yang kita katakan lebih mengena dan
diterima ( لسان الحال افصح لسان المقال ).
وَهُوَ يَعِظُهُ :
Tanpa
kata ini, kita sudah tahu bahwa konteks ayat ini adalah mengenai
Luqman yang menasehati anaknya, tapi kenapa kalimat ini harus ada?
sebenarnya kata ini mempunyai maksud/faedah yaitu :
- Dari segi bahasa, kalimat ini menempati i’rob hal (الحال)
yang menunjukkan bahwa Luqman benar-benar menasehati anaknya. Ia tidak
hanya asal-asalan menasehati tapi ia menasehati anaknya dengan melihat
waktu/tempat yang tepat.
-
Luqman benar-benar menasehati anaknya, tidak hanya sekali saja. Ia
tidak hanya berbicara tapi benar-benar mendidik dan mengawasi anaknya.
يَا بُنَيَّ :
Memakai isim tashgir , yang bertujuan untuk kasih sayang (للتحبيب)
dan kelemah lembutan, karena dua hal tersebuat akan lebih baik dan
mengena karena kedua hal tersebut akan membukakan hati yang tertutup dan
melelehkan jiwa yang keras/penuh maksiyat (لأن الكلمة الطيبة الهينة اللينة تفتح القلوب المقفلة وتلين النفوس العصية) .
Hal
ini mengajari kita seorang untuk memberi nasehat dengan lembut dan
tenang, sehingga yang di nasehati faham/sadar dan menerima nasehat
tersebut .
لا تُشْرِكْ بِاللهِ :
Luqman
mendahulukan nasehatnya dengan kalimat “ jangan sekutukan
alloh!”(tauhid). Tidak dengan kaliamat sembahlah alloh ! (ibadah), Hal
ini karena :
- Tauhid adalah pondasi/dasar dalam agama, amal tidak akan diterima tanpa adanya tauhid.
2.
Tauhid harus ditanamkan kepada anak sejak belia dan anak harus
melakukannya, berbeda dengan ibadah yang memang harus ditanamkan sejak
dini,tapi baru wajib dilaksanakan ketika sudah ia mukallaf.
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيم :
Luqman
menjelaskan mengapa ia ia melarang anaknya mensekutukan alloh, yaitu
karena hal itu adalah suatu ke-dzoliman yang besar. Dari sini kita
ambil hikmah bahwa setiap kita melarang sesuatu,kita harus menjelaskan
kerugiannnya supaya yang dinasehati mengerti dampak dari hal tersebut
dan meninggalkannya. Ayat ini memakai إِنَّ dan lam al-muzahlaqoh/ibtida’ yang menunjukkan ta’kid atau hal itu benar-benar adanya.
Memakai
kata dzolim (tidak memakai kata yang lainnya seprti itsm: dosa) karena
kata ke-dzoliman adalah sesuatu yang dibenci oleh manusia walaupun
seseorang itu melakukannya. Juga seandainya apabila ada dua orang
dalam satu pekerjaan.salah satunya bekerja dengan ulet dan satunya lagi
tidak bekerja, ia hanya duduk saja. Maka orang yang tidak kerja ini
dikatan dzolim dan ia pasti sangat dibenci orang. Ke-dzoliman yang
seperti ini saja sudah dibenci apalagi-lah kedzoliman kepada tuhan yang
telah menciptakan dan memberi kehidupan kepada manusia.
C. Q.S Luqman Ayat 14 :
ووَصَّيْنَا
الْأِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ
وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ
الْمَصِير
Artinya :
“ Dan kami telah mewasiyatkan manusia (untuk berbakti) kepada ibu
bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan susah dan bertambah
susah, dan ibunya menyusuinya selama dua tahun, karenanya bersyukurlah
kepadaku (Allah) dan (berbaktilah) kepada ibu bapakmu, (dan) kepadakulah
tempat kembali ”.
ووَصَّيْنَا الْأِنْسَانَ :
Yang
berwasiyat disini adalah Alloh bukan Luqman (meskipun Luqman sendiri
juga mengajari anakanya dengan hal ini), padahal sebelumnya yang
berbicara adalah Luqman, hal ini karena:
1.Berbakti
kepada dua ortu adalah hal yang besar maka alloh juga berwasiyat dengan
hal ini yang menunjukkan pentingnya statemen tersebut.
2.
Biasanya bila kita dinasehati seseorang, maka kita akan
melihat/memandang siapa orang yang menasehati kita, apakah ia menasehati
kita untuk mengambil menfaat kepada dirinya sendiri, dan bila ia
menasehati untuk mengambil manfaat kepada dirinya sendiri maka kita akan
enggan melaksanakannya . Begitu juga halnya dalam masalah ini, kalau
yang berwasiyat adalah seorang ayah (Luqman) maka mungkin saja seorang
anak menganggap bahwa ayahnya hanya ingin mengambil manfaat. Maka dalam
hal ini alloh-lah yang berwasiyat.
Alloh menyandarkan fi’il kepadanya karena berkenaan dengan hal yang baik. Ayat ini juga Memakai kata وصّى ,tidak memakai kata أوصى walaupun artinya sama. Hal ini karena: kata washsho
dipakaikan dalam al-qur’an untuk hal-hal yang urgen/ penting seperti
yang berkaitan dengan agama. Misalnya bisa kita dapati dalam suroh
al-baqoroh:132 dan pada suroh an-nisa:131.
Sedangkan ausho digunakan untuk hal-hal yang materil. Misalnya pada يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْن . Hanya ada satu ayat yang menunjukkan non-materil : وَجَعَلَنِي مُبَارَكاً أَيْنَ مَا كُنْتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيّا , itupun masih ada sangkutan dengan materi, yakni sholat ada kaitannya dengan materi.
بِوَالِدَيْهِ :
Ayat ini memakai kata والديه , tidak memakai kata أبويه walaupun maknanya sama, hal ini karena:
- والديه berasal dari kata ولد
yang bermakna melahirkan, jadi kata ini di pakai untuk menyesuaikan
konteks ayat yang berbicara tentang ibu yang mengandung dan menyusukan
anaknya. Dari ayat ini bisa kita fahami sebagai isyarat untuk berbuat
ihsan kepada ibu lebih dari berbuat ihsan kepada ayah.
• Kata والدين
dipakai dalam al-qur’an dalam hal yang baik, berbakti kepada ortu,
doa,dan wasiyat . Seperti terdapat pada suroh al-isro’ :23, annisa:36,
ibrohim:41, dll.
والديه : diartikan dengan ibu bapak (mendahulukan/mengutamakan ibu).
أبويه : diartikan dengan ayah ibu (mendahulukan/mengutamakan ayah).
KESIMPULAN
Dari
beberapa penjelasan diatas bisa kita lihat alangkah tepatnya pemakaian
kata-kata dalam setiap ungkapan dalam al-qur’an, yang mengisyaratkan
kepada kita tentang keistimewaan,keindahan, dan kebenaran al-qur’an
bahwa kitab ini benar-benar wahyu ilahi, bukanlah karangan nabi Muhammad
SAW.
Nasehat Luqman kepada anaknya masih ada disebutkan dalam ayat selanjutnya , diantaranya yaitu :
1. Jangan mensekutukan Allah.
2. Birrul walidain (redaksinya dari allah).
3 . Bersyukur kepada allah (redaksinya dari allah).
4. Jangan patuh kepada orang tua dalam hal syirik (redaksinya dari allah).
5. Alloh akan membalas perbuatan, sekecil apapun.
6. Melaksanakan sholat.
7. Amar ma’ruf nahi munkar.
8. Shobar.
9. Jangan sombong.
10. Sederhana dalam berjalan.
11. Melunakkan suara.
DAFTAR PUSTAKA
Sholih as-Samaroi, Fadhil. Lamasat al-Bayaniyah , Maktabah Syamilah CD ROOM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungannya