Seorang janda tua pernah mengundang seorang ustadz untuk menyampaikan pengajian dalam acara tasyakuran di tempat tinggalnya. Perempuan yang sudah nenek-nenek itu mata pencahariannya hanya berdagang kue keliling kampung yang hasilnya tidak seberapa. Ia hidup sendirian di Jakarta, tanpa sanak keluarga. Dan ia tinggal di emperan rumah oang lain atas kebaikan hati si tuan rumah. Hari itu, selepas salat Jum'at ia ingin mengadakan syukuran. Si Ustadz pun segera datang tepat pada waktunya. Tidak berapa lama kemudian datang pula ketua RT, imam masjid, dan seorang pengurus masjid. Disusul dengan kehadiran si tuan rumah yang selama bertahun-tahun memberikan emperan rumahnya untuk ditempati.
Sudah setengah jam sang ustadz menunggu, namun yang lainnya tidak ada yang datang lagi. Maka ustadz bertanya, “Masih ada yang ditunggu Nek?” Nenek itu menggeleng, “Tidak ada, Ustadz. Yang saya undang hanya lima orang, termasuk Ustadz. Maklum, tempatnya sempit.”
Sang Ustadz merasa tersentuh hatinya. Orang kecil ini masih juga ingin mengadakan syukuran kepada Allah dalam ketidakberdayaannya, sementara banyak orang lain yang rumahnya besar-besar tidak pernah diinjak tetangganya untuk sekedar merasakan sedikit kenikmatan yang mereka rasakan. “Apa tujuan syukuran ini, Nek?” Ustadz bertanya. “Begini, Ustadz,” jawab si nenek. “Saya bersyukur kepada Allah karena sejak bulan depan saya bisa mengontrak kamar ini, sebulan tiga ribu rupiah. Tadinya tuan rumah menolak, tidak mau menerima uang saya. Tapi akhirnya ia tidak keberatan, sehingga utang budi saya tidak terlalu berat.”
Meski miskin tetap bersyukur
Masya Allah.. Alangkah mulianya hati nenek itu. Ia yang sebetulnya masih perlu disedekahi, tidak mau membebani orang lain tanpa imbalan. Dan alangkah mulianya pula si tuan rumah yang tidak mau mengecewakan hati seoang nenek yang ingin terbebas dari perasaan bergantung pada orang lain.
Sebuah perasaan yang langka, jarang hinggap bahkan mungkin tidak pernah ada dalam diri sebagian besar dari kita. Berapa banyak dari kita yang merasa nyaman dengan nikmat-nikmat yang melingkupi kita tapi lupa untuk sekedar mensyukurinya. Hidup semakin mapan tapi ibadah sering terlupakan. Rumah tambah mewah tapi jarang bersedekah. Kendaraan bermacam-macam tapi tidak pernah dipinjamkan. Banyak menerima kebaikan orang lain tapi lupa untuk bersyukur dengan cara membalas kebaikannya.
Cara bersyukur
Ada beberapa cara mensyukuri nikmat Allah swt.
Pertama, syukur dengan hati. Ini dilakukan dengan mengakui sepenuh hati apa pun nikmat yang diperoleh bukan hanya karena kepintaran, keahlian, dan kerja keras kita, tetapi karena anugerah dan pemberian Allah Yang Maha Kuasa. Keyakinan ini membuat seseorang tidak merasa keberatan betapa pun kecil dan sedikit nikmat Allah yang diperolehnya.
Kedua, syukur dengan lisan. Yaitu, mengakui dengan ucapan bahwa semua nikmat berasal dari Allah swt. Pengakuan ini diikuti dengan memuji Allah melalui ucapan alhamdulillah. Ucapan ini merupakan pengakuan bahwa yang paling berhak menerima pujian adalah Allah. Keridhaan Allah akan kita dapat jika kita melazimi ucapan ini. Rasulullah SAW bersabda: “Allah benar-benar ridha terhadap orang yang makan dan minum kemudian ia memuji Allah atas makanan dan minuman tersebut.” (HR. Muslim)
Bersyukur dengan lisan juga bisa dilakukan dengan memikirkan dan mengingat-ingat nikmat Allah. Dengan mengingat nikmat akan semakin menggelorakan rasa syukur kita kepada Allah dan menumbuhkan rasa cinta kepada Sang Pencipta. Oleh karena itu, pernah suatu malam Fudhail bin Iyadh duduk bersama Sufyan bin Uyainah hingga pagi hanya untuk mengingat-ingat nikmat Allah yang telah diberikan kepada mereka.
Ketiga, syukur dengan perbuatan. Hal ini dengan menggunakan nikmat Allah pada jalan dan perbuatan yang diridhoi-Nya, yaitu dengan menjalankan syariat, menta'ati aturan Allah dalam segala aspek kehidupan.
Manfaat syukur
Ada banyak manfaat yang kita dapat jika mau bersyukur. Manfaat ini akan mengubah hidup kita jika kita mendapatkannya. Diantara manfaat tersebut:
Pahala dari Allah. Jelas, bersyukur adalah perintah Allah, kita akan mendapatkan pahala jika kita bersyukur dengan ikhlas.
Menumbuhkan feeling good (rasa bahagia). Dengan bersyukur akan membuat kita lebih bahagia. Perasaan kita menjadi lebih enak dan nyaman dengan bersyukur. Bagaimana tidak, pikiran kita akan fokus pada berbagai kebaikan yang kita terima. Tidak merasa menderita dengan kekurangan dan kemiskinan yang mendera.
Pada rasa syukur itulah terletak kekayaan sebenarnya. Berangkat dari rasa syukur pula kita merasa kaya, sehingga melahirkan keinginan membagi apa yang dipunya kepada orang lain. Kita akan menjadi miskin kalau tidak pernah mensyukuri apa yang ada. Meski dunia berada di genggaman, namun kalau tak sedikit pun rasa syukur terukir di hati dan terucap di lisan, niscaya selamanya kita akan menjadi miskin.
Sikap syukur perlu menjadi kepribadian setiap Muslim. Sikap ini mengingatkan untuk berterima kasih kepada pemberi nikmat (Allah) dan perantara nikmat yang diperolehnya (manusia). Dengan syukur, ia akan rela dan puas atas nikmat Allah yang diperolehnya dengan tetap meningkatkan usaha guna mendapat nikmat yang lebih baik.
Yah…syukur, suatu kata yang ringan diucap tapi sangat berat untuk dibuat. Padahal, sejatinya Allah telah menjamin dalam Al Quran, barang siapa yang bersyukur maka Allah akan menambah nikmat kepada orang tersebut. Lupakan mengeluh, mari perbanyak syukur.
Sudah setengah jam sang ustadz menunggu, namun yang lainnya tidak ada yang datang lagi. Maka ustadz bertanya, “Masih ada yang ditunggu Nek?” Nenek itu menggeleng, “Tidak ada, Ustadz. Yang saya undang hanya lima orang, termasuk Ustadz. Maklum, tempatnya sempit.”
Sang Ustadz merasa tersentuh hatinya. Orang kecil ini masih juga ingin mengadakan syukuran kepada Allah dalam ketidakberdayaannya, sementara banyak orang lain yang rumahnya besar-besar tidak pernah diinjak tetangganya untuk sekedar merasakan sedikit kenikmatan yang mereka rasakan. “Apa tujuan syukuran ini, Nek?” Ustadz bertanya. “Begini, Ustadz,” jawab si nenek. “Saya bersyukur kepada Allah karena sejak bulan depan saya bisa mengontrak kamar ini, sebulan tiga ribu rupiah. Tadinya tuan rumah menolak, tidak mau menerima uang saya. Tapi akhirnya ia tidak keberatan, sehingga utang budi saya tidak terlalu berat.”
Meski miskin tetap bersyukur
Masya Allah.. Alangkah mulianya hati nenek itu. Ia yang sebetulnya masih perlu disedekahi, tidak mau membebani orang lain tanpa imbalan. Dan alangkah mulianya pula si tuan rumah yang tidak mau mengecewakan hati seoang nenek yang ingin terbebas dari perasaan bergantung pada orang lain.
Sebuah perasaan yang langka, jarang hinggap bahkan mungkin tidak pernah ada dalam diri sebagian besar dari kita. Berapa banyak dari kita yang merasa nyaman dengan nikmat-nikmat yang melingkupi kita tapi lupa untuk sekedar mensyukurinya. Hidup semakin mapan tapi ibadah sering terlupakan. Rumah tambah mewah tapi jarang bersedekah. Kendaraan bermacam-macam tapi tidak pernah dipinjamkan. Banyak menerima kebaikan orang lain tapi lupa untuk bersyukur dengan cara membalas kebaikannya.
Cara bersyukur
Ada beberapa cara mensyukuri nikmat Allah swt.
Pertama, syukur dengan hati. Ini dilakukan dengan mengakui sepenuh hati apa pun nikmat yang diperoleh bukan hanya karena kepintaran, keahlian, dan kerja keras kita, tetapi karena anugerah dan pemberian Allah Yang Maha Kuasa. Keyakinan ini membuat seseorang tidak merasa keberatan betapa pun kecil dan sedikit nikmat Allah yang diperolehnya.
Kedua, syukur dengan lisan. Yaitu, mengakui dengan ucapan bahwa semua nikmat berasal dari Allah swt. Pengakuan ini diikuti dengan memuji Allah melalui ucapan alhamdulillah. Ucapan ini merupakan pengakuan bahwa yang paling berhak menerima pujian adalah Allah. Keridhaan Allah akan kita dapat jika kita melazimi ucapan ini. Rasulullah SAW bersabda: “Allah benar-benar ridha terhadap orang yang makan dan minum kemudian ia memuji Allah atas makanan dan minuman tersebut.” (HR. Muslim)
Bersyukur dengan lisan juga bisa dilakukan dengan memikirkan dan mengingat-ingat nikmat Allah. Dengan mengingat nikmat akan semakin menggelorakan rasa syukur kita kepada Allah dan menumbuhkan rasa cinta kepada Sang Pencipta. Oleh karena itu, pernah suatu malam Fudhail bin Iyadh duduk bersama Sufyan bin Uyainah hingga pagi hanya untuk mengingat-ingat nikmat Allah yang telah diberikan kepada mereka.
Ketiga, syukur dengan perbuatan. Hal ini dengan menggunakan nikmat Allah pada jalan dan perbuatan yang diridhoi-Nya, yaitu dengan menjalankan syariat, menta'ati aturan Allah dalam segala aspek kehidupan.
Manfaat syukur
Ada banyak manfaat yang kita dapat jika mau bersyukur. Manfaat ini akan mengubah hidup kita jika kita mendapatkannya. Diantara manfaat tersebut:
Pahala dari Allah. Jelas, bersyukur adalah perintah Allah, kita akan mendapatkan pahala jika kita bersyukur dengan ikhlas.
Menumbuhkan feeling good (rasa bahagia). Dengan bersyukur akan membuat kita lebih bahagia. Perasaan kita menjadi lebih enak dan nyaman dengan bersyukur. Bagaimana tidak, pikiran kita akan fokus pada berbagai kebaikan yang kita terima. Tidak merasa menderita dengan kekurangan dan kemiskinan yang mendera.
Pada rasa syukur itulah terletak kekayaan sebenarnya. Berangkat dari rasa syukur pula kita merasa kaya, sehingga melahirkan keinginan membagi apa yang dipunya kepada orang lain. Kita akan menjadi miskin kalau tidak pernah mensyukuri apa yang ada. Meski dunia berada di genggaman, namun kalau tak sedikit pun rasa syukur terukir di hati dan terucap di lisan, niscaya selamanya kita akan menjadi miskin.
Sikap syukur perlu menjadi kepribadian setiap Muslim. Sikap ini mengingatkan untuk berterima kasih kepada pemberi nikmat (Allah) dan perantara nikmat yang diperolehnya (manusia). Dengan syukur, ia akan rela dan puas atas nikmat Allah yang diperolehnya dengan tetap meningkatkan usaha guna mendapat nikmat yang lebih baik.
Yah…syukur, suatu kata yang ringan diucap tapi sangat berat untuk dibuat. Padahal, sejatinya Allah telah menjamin dalam Al Quran, barang siapa yang bersyukur maka Allah akan menambah nikmat kepada orang tersebut. Lupakan mengeluh, mari perbanyak syukur.